Pemateri: Ust. Agung Waspodo, SE, MPP
Pertempuran Buzakha - September 632
Pertempuran pada bulan Jumadits Tsani 11 Hijriah (September 632) ini
mempertemukan Khalid ibn al-Walid (ra) Thulayha ibn Khuwailid ibn Nawfal
al-Asadi.
Latar Belakang
Thulayha adalah seorang kepala suku Arab dari Banu Asad ibn Khuzaymah
yang kaya raya dan terkenal, namun ia menolak bahkan memerangi Nabi
Muhammad (saw) ketika menyampaikan da'wahnya. Pada tahun 625, yaitu 2
tahun setelah hijrah, ia dikalahkan dalam Pertempuran Qatan yang
merupakan serangan mendadak oleh kaum Muslimin dipimpin Abu Salamah (ra)
ketika Banu Asad sedang bersiap untuk mengepung kota Madinah.
Kekalahan itu tidak membuatnya jera, bahkan ia turut bergabung dengan
suku Quraysh lainnya bersama suku Yahudi dalam mengepung kita Madinah
dalam Pertempuran Khandaq/al-Ahzab pada tahun 627.
Pada tahun 630, ia masuk Islam langsung dihadapan Nabi Muhammad (saw)
tidak lama setelah Makkah dibebaskan dari kejahiliahan. Namun, setahun
setelah itu ia memberontak dengan mengklaim dirinya juga mendapat wahyu
sebagai nabi. Thulayha menjadi orang ketiga yang mengklaim kenabian
diantara bangsa Arab. Pengakuan dari berbagai suku Arab lainnya membuat
Thulayha lupa diri dan ambisius untuk membentuk konfedetasi suku Arab
melawan kaum Muslimin.
Kekuatan yang Bertarung
Pada bulan Juli 632, khalifah Abu Bakr (ra) memobilisir pasukan untuk
memerangi suku-suku Arab yang memberontak. Balatentara ini dibagi 3
dengan komandannya masing-masing diserahkan kepada 'Ali ibn Abi Thalib
(ra), Talhah ibn 'Ubaidillah (ra), dan az-Zubayr ibn al-Awwam (ra).
Balatentara kaum Muslimin ini menyerang konfederasi pimpinan pengaku
nabi Thulayha di Pertempuran Dzu al-Qassa yang juga merupakan pendadakan
(pre-emptive strike) pada pusat penggalangan kekuatan lawannya.
Kekalahan tertimpa pada pihak Thulayha dan memaksa mereka mundur ke ke
Dzu al-Hassa.
Kini Abu Bakr (ra) menugaskan Khalid ibn al-Walid (ra) untuk
menghancurkan sisa kekuatan Thulyha, kedua kekuatan ini berjumpa di
sebuah tempat yg bernama Buzakha. Khalid (ra) berkekuatan 6.000 personil
sedangkan Thulayha memiliki 15.000 personil yang loyal kepadanya.
Pertempuran
Khalid (ra) menantang duel Thulayha sebelum pertempuran. Ia menyambut
ajakan duel tersebut namun cidera hingga lari berlindunh di belakang
pasukannya. Pertempuran ini berlangsung sengit, dalam jarak dekat, serta
bertubi-tubi dimana kemenangan terlihat akan jatuh kepada pihak yang
paling kokoh. Hampir tidak ada manuver-manuver taktis yang menjadi ciri
khas Khalid (ra) dikemudian hari terlihat pada pertempuran ini. Keahlian
tanding pasukan Muslimin secara individual sangat menonjol pada
pertempuran ini. Dengan perbandingan 1:2 pasukan Muslimin yang lebih
sedikit berhasil kemudian mendapatkan kemenangan.
Setelah kekalahan telak yang menimpa suku-suku pendukung Thulayha,
banyak yang kemudian insyaf dan masuk Islam kembali. Namun Thulayha
berhasil lolos kembali dan bersembunyi di Syam. Setelah Syam pula
berhasil ditaklukkan kaum Muslimin barulah Thulayha menerima Islam
secara menyeluruh.
Setelah itu, Khalid (ra) diperintahkan langsung bergerak menuju pusat
kekuatan tokoh pemberontak lainnya yang bernama Sajah dan mengalahkannya
di Pertempuran Zafar pada bulan berikutnya.
Kesudahan & Kisah Thulayha di Kemudian Hari
Thulayha meminta ampunan kepada khalifah Abu Bakr (ra) dan ia beserta
sukunya mendapatkan ampunan tersebut. Namun mereka dilarang Abu Bakr
(ra) untuk turut serta berperang bersama kaum Muslimin yang tidak oernah
murtad maupun memberontak.
Tahun 634, pada masa kekhilafahan 'Umar ibn al-Khaththab (ra) barulah
Thulayha dan sukunya mendapatkan kesempatan untuk menebis masa lalunya
yang kelam. Mereka dikerahkan oleh 'Umar (ra) untuk berperang di front
Irak melawan balatentara Sassania Persia. Pertama kalinya ia berperang
pada pihak kaum Muslimin adalah pada Pertempuran Jalula.
Thulayha menuliskan sejarah gemilang pada Pertempuran Qadhisiyya
sebagaimana yang tertulis pada kitab Tarikh al-Umam wal-Muluk karya Imam
Thabari. Thulayha dan suku Bani Asad menjadi penentu bertahannya
pasukan kaum Muslimin di hari pertama dalam pertempuran al-Qadhisiyya
yang dikenal sebagai Yaum-ul-Armats (يوم أرماث) atau hari kekacauan
("The Day of Disorder"). Ia tercatat dalam serbuan seorang diri ke
barisan lawan pada malam hari serta berhasil membawa tawanan perang. Ia
juga tercatat pernah menerobos hingga ke barisan tenda di lini belakang
Sassania serta berhasil merubuhkan tenda-tenda lawan, membunuh 2 pasukan
elit Sassania, merampas 2 kuda perang berbaju zirah yang ia bawa
kembali ke barisan kaum Muslimin, berikut menyerahkan 1 tawanan kepada
panglima Sa'ad ibn Abi Waqqasy (ra).
Thulayha mendapatkan syahidnya di Pertempuran Nihavand dengan
mengorbankan jiwa raganya guna memancing balatentara Sassania Persia ke
dalam jebakan kaum Muslimin sehingga membawa pada kemenangan yang
menjadi titik nadir dan kekalahan total dinasti Sassania.
Agung Waspodo, mencatat sebuah epos kehidupan seorang Thulayha yang
berawal sebagai musuh Nabi (saw) namun mengakhirinya sebagai pejuang di
jalan Allah Ta'ala. Semoga ia diampuni atas dosanya terdahulu dan
diterima sebagai mujahid yang ikhlas.. 1.383 tahun kemudian.
Depok, 2 September.. masuk waktu subuh.
Dipersembahkan:
Majelis Iman dan Islam
Sebarkan! Raih pahala...
Dari Seorang Nabi Palsu, Menjadi Seorang Pejuang Tauhid Sumber
Written By PEJUANG SUBUH KOTA BEKASI RAYA on Kamis, 31 Desember 2015 | 06.49
Related Articles
Label:
Renungan
